Kelompok : 8 (Delapan)
Kelas : 3ID02
Nama Ketua : Reny sarung Allo
Kristina Marintan
Rayita Baskoro
Nofrizal deffo
1.1
Pengantar
Indonesia dikenal sebagai
penghasilkan beberapa jenis pertambangan, antara lain pertambangan minyak dan
gas bumi; logam-logam mineral seperti timah putih, emas, nikel, tembaga,
mangan, air raksa, besi, belerang dan lain-lain. Sementara bahan organik
seperti batu bara, sedangkan batu berharga berupa intan dan lain-lain.
Pembangunan dan
pengelolaan bidang pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan
bahan bakar serta dengan pengembangan wilayah, disertai dengan peningkatan
pengawasan yang menyeluruh. Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara
bijaksana baik untuk keperluan ekspor maupun untuk penggunaan dalam negeri
serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dan jangka panjang. Hal ini
disebabkan minyak bumi sebagai sumber pemakaian energy yang penggunaannya terus
meningkat, sedangkan jumlahnya terbatas. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber
energy lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi,
tenaga matahari, tenaga nuklir dan sebagainya. Ruang lingkup pertambangan yang
begitu luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energy
dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan asil tambang dan
mungkin sampai penggunaan bahan yang
bisa mengakibatkan gangguan pada lingkungan, maka diperlukan pengawasan dan
pengendalian lingkungan akibat pertambangan.
Berikut merupakan penjelasan mengenai
masalah-masalah yang disebabkan oleh pembangunan pertambangan. Selain itu juga
penjelasan mengena masalah pertambangan ini akan disertai dengan penjelasan
mengenai cara pengolahan pertambangan, kecelakaan di pertambangan, penyehatan
lingkungan pertambangan serta pencemaran dan penyakit-penyakit yang timbul
akibat pembanguna pertambangan. Penyusuna penjelasan tersebut dilakukan untuk
upaya menghindari ataupun meminimalkan
terjadinya pencemaran dan gangguan keseimbangan ekosistem baik di
lingkungan pertambangan maupun luar pertambangan.
1.1.1 Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan
Pertambangan/Energi
Belakangan ini, hampir semua kebutuhan energi manusia
diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan
alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya.
Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi
fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.
Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah
menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan
bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas
udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak
terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya
terpusat di kota-kota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran
hutan.
Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung,
Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber
utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan
bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40%
dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992).
Secara umum, kegiatan
eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya
udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif
penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
1.
Dampak
Terhadap Udara dan Iklim
Selain
menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi,
batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen
oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan
asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan
gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan
manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan
transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan
mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut
berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan
asam. Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar
NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia.
Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan
terjadinya hujan asam.
Hujan asam
menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian
dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi.
Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di
dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan
(karat, lapuk). Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya
kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan
bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan
tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2
tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga
terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap
sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu
atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan
kenaikan permukaan air laut.
1.1.2
Cara
Pengolahan Pembangunan Pertambangan
Sumber
daya bumi ini di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin
untuk tercapainya pembangunan dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi
yang terintegrasi dari para ahli agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan
sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis. Pembangunan
ekologi dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan
mutu hasil peretambangan dan untuk dapat memperhitungkan sebelumnya pengaruh
aktivitas pembangaunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan
yang lebih luas.
Segala
pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu pertimbangan dalam proses perencanaan
pembangunan pertambangan dan sedapat mungkin dievaluasi sehingga segala
kerusakkan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindarkan atatu
dikurangi, sebab melindungi lingkungna lebih mudah dari pada memperbaiki. Dalam
pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan
pengelolahan dan penggunaannya harus
hati-hati dan seefisien mungkin. Harus dapat tetap diingat bahwa generasi
mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
Dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pembangunan pertambangan tentunya pasti ada.
Tetapi tentunya dampak tersebut dapat diminimalkan dengan adaanya cara atau pun
aturan yang menjadi panduan dalam
pembangunan pertambangan. Cara pengolahan pembangunan pertambangan yang
lebih lengkap da jelas yaitu aturan yang telah ditetapkan okeh pemerintah yang
terdapat dalam keputusan menteri
pertambangan dan energi nomor 523 K/201/MPE/1992. Penjelasan lebih lengkap
silakan lihat di link www.hukum.unsrat.ac.id/men/mentamben_523_1992.pdf.
1.1.3
Kecelakaan
Di Pertambangan
Salah satu
karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan
memiliki risiko yang besar. Salah satu risiko yang dihadapi adalah kecelakaan.
Ribuan orang mati akibat kecelakaan tambang setiap tahun. Pada saat ini,
kecelakaan paling banyak terjadi di negara berkembang (khususnya China) dan
pedalaman negara maju. Kecelakaan merupakan masalah bagi kelangsungan usaha
pertambangan
Kerugian yang
diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang besar namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber
daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah
satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Dalam
jangka waktu 5 tahun, Indonesia telah berhasil menurunkan secara signifikanfrekuensi
rate (FR)
kecelakaan tambang.
Pada tahun 2006, FR kecelakaan tambang Indonesia adalah sebesar 1,00, kemudian
turun secara bertahap menjadi 0,70 pada tahun 2007, 0,68 pada tahun 2008, 0,69
pada tahun 2009 dan 0,40 pada tahun 2010. Disisi lain, jumlah produksi batubara
dan mineral meningkat secara signifikan. Total produksi batubara Indonesia pada
tahun 2006 adalah sebesar 196.538.000 ton meningkat menjadi 216.930.000 ton
pada tahun 2007, 240.000.000 ton pada tahun 2008, 259.999.112,53 ton pada tahun
2009, dan 275.000.000 ton pada 2010. Begitu pula produksi mineral Indonesia,
seperti tembaga, emas, perak, bijih nikel, Ni+CO in matte,
Feronikel, Bauksit dan bijih besi meningkat secara signifikan.
Salah satu kunci
keberhasilan penurunan FR kecelakaan tambang tersebut adalah adanya peningkatan
kompetensi pengawas, baik pengawas pemerintah melalui Inspektur Tambang maupun
pengawas yang ada di perusahaan. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2010, 307 aparat
pemerintah baik yang ada di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten telah
lulus dalam Diklat Teori dan Praktik Kompetensi Pengawas Pertambangan. Pada
perusahaan, sejak tahun 2003 dikembangkan Kompetensi Pengawas Operasional
secara berjenjang, yaitu Pengawas Operasional Pertama (POP) bagi frontline
supervisor, Pengawas Operasional Madya (POM) bagi middle management,
dan Pengawas Operasional Utama (POU) bagi top management.
Kemudian, selain
lulus dalam Kompetensi POU, Kepala Teknik Tambang yang merupakan seseorang yang
memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan
perundang-undangan K3 pada suatu wilayah kegiatan usaha pertambangan harus
orang yang berada pada posisi tertinggi di lapangan/site. Sejak tahun
2004 sampai tahun 2010, 13.522 frontline supervisor telah
lulus Kompetensi POP, 3.258 middle management telah lulus
Kompetensi POM dan 823 top management telah lulus Kompetensi
POU.
Berdasarkan pengalaman diatas
maka kecelakaan di lokasi pertambangan dapar diminimalkan dengan antisipasi
yang tepat sesuai kebutuhan dari masing-masing perusahaan. Berikut merupakan
bebarap car untuk meminimalkan resiko kecelakaan di pertambangan:
a.
Memperhatikan intruksi prosedur penggunaan alat
berat (khususnya yg menggunakan alat-alat berat)
b.
Melakukan pengecekan alat secara berkala
c.
Perilaku para operator alat haruslah dalam kondisi
baik
d.
Mengikuti intruksi prosedur penggunaan alat berat
e.
Kondisi linkungan haruslah mendukung
f.
Alat kerja yang memenuhi standar
g.
Kondisi Pekerja itu sendiri.
h.
Bila itu sudah terpenuhi angka Kecelakaan dalam pekerjaan
pun bisa di minimalisirkan dan lain-lain.
1.1.4
Penyehatan
Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1).
Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2)
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3)
Pengendalian dampak risiko lingkungan
4)
Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi
berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan
masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang
paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang
lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan
(Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik
dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan
dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan yakni penyediaan air bersih dan sanitasi.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan yakni penyediaan air bersih dan sanitasi.
Adanya perubahan paradigma dalam
pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan
prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen
Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di
daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan
tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan
dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses
pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan
Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan).
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan).
1.1.5
Pencemaran dan penyakit-penyakit
Yang Mungkin Timbul Karena Aktivitas
Pertambangan
1. Pembukaan
lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka
lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di
takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2.
Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui.
Hasil petambangan merupakan Sumber
Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang
akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3.
Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih.
Biasanya pertambangan membutuhkan
alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan
berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4.
Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya.
Seperti yang kita ketahui banyak
pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka
membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari
sedikit tempat pertambangan belum di filter. hal ini mengakibatkan rusaknya di
sektor perairan.
5.
Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api
untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang
di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon. Penanaman modal untuk pertambangan terhitung
milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar
dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut
bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.
Referensi:
Santoso, Budi, 1999. Ilmu Lingkungan Industri, Gunadarma, Jakarta.
http://www.konsultank3.com/pdf/faktor-penyebab-akibat-kerja.html
apakah amdal diperlukan saat pendirian suatu pertambagan? berikan penjelasannya.
BalasHapusbagaimana dengan pengetahuan lingkungan? apakah ada korelasinya antara pengetahuan lingkungan dengan pertambangan?