Selasa, 06 November 2012

Rambu Solo


*       Upacara Adat Rambu Solo’
Rambu solo adalah sebuah upacara adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Dimana adat-istiadat ini telah diwarisi secara turun-temurun.Uipacara ini bagi masing-masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda.Bila kaum bangsawan yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih  banyak dibanding untuk mereka yang bukan bangsawan.Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Sedangkan warga golongan menengah diharuskan menyembelih 8 ekor kerbau ditambah denga 50 ekor babi dan lama upacara sekitar 3 hari. Tetapi, sebelum jumlah itu mencukupi jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing atau tempat tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disiimpan selama bertahun-tahun di tongkonan sampai akhir keluarga allmarhum/almarhumah dapat menyiapkan hewan kurban.
                Rambu solo’ merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memaka waktu berhari-hari untuk merayakannya.Upacara ini biasanya diadakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari. Bahkan bisa samapai 2 minggu untuk kaum bangsawan. Kuburan sendiri dibuat di bagian atas  tebing di ketinggian bukit batu. Menurut kepercayaan Aluk To Dolo  ( Kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu ) di kalangan orang Toraja, semakin tinggi tempat  enazah tersebut diletakkan, maka akan cepat pula rohnya sampai pada nirwana. Kepercayaan Aluk To Dolo pada hakikatnya berintikan pada dua hal, yaitu pandangan pada kosmos dan kesetiaan pada leluhur. Masing-masing memiliki fungsi dari pengaturannya dalam kehidupan masyarakat. Jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti hal “mengurus dan merawat” arwah para leluhur, bencana pun tak dapat dihindari.
  
                Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadi upacara Rambu Solo’ maka orang yang menionggal tersebut masih dianggap sakit. Karena status yang masih “sakit”, maka orang yang sudah meninggal tersebut harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti  menemaninya, menyediakan, minimun, rokok dan sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah harus dijalankan seperti biasanya.

*       Pemakaman
Suasana berkabung memang terasa dengan banyaknya orang yang berbaju hitam. Namun, suasana tersebut berubah seketika saat kebaktian yang dipimpin oleh pemuka agama selesai. Teriakan angka’mi itu seperti menjadii titik balik suasana.
Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (Tongkonan Tammon) yaitu tongkonan dimana ia berasal. Disana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban dalam bahasa Torajanya Ma’tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kurban dengan sekali tebas saj. Kerbau yang akan diembelih ditambattkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi potong-potong dan dagingnyadibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.
Jenazah yang berada di tongkonan pertama (Tongkonan Tammon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah dipindahkan lagi ke Tongkonan yang berada agak ke  atas lagi, yaitu Tongkonan Barebatu, dan disini pun prosesi pun sama dengan di Tongkonan pertama, yaitu menyembelih kerbau yang kemudian akan dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.
Jenazah diusung menggunakan duba-duba (Keranda khas Toraja). Di depan duba-duba ( merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosees mengarakan, kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu). Prosesi pengarakan jenazah dari Tongkonan Barebatu menuju Rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat almarhum/almarhunah ikut mengusung keranda tersebut. Para lelaki yang mengangkat Keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba. Dalam pengarakan tersebut ada urut-urutan yang harus dilakukan, pada urutan pertama ada orang yang membawa gong besar, lalu diikuti oleh orang yang membawa Tompi Saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba.
Jenazah akan disemayamkan di Rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung). Disana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal sanak- saudara yang datang nanti. Karena selama acara nanti mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang berduka.
Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di Rante yang nantinya akan diletakkan Lakkien (menara tempat disemayankannya jenazahselama prosesi berlangsung). Menara ini merupakan bangunan yang paling tinggi diantara lantang-lantang yang ada di Rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di Lakkien  sebelumnya nanti akan dikubur. Di Rante s
Dah siap 2 ekor kerbau yang akan di tebas.
                Setelah jenazah sampai di Lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma’pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo’  , adu hewan mamalia ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu.
                Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya. Penerimaan tamu dilakukan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang sudah disediakan yaitu lantang yang berada di Rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari orang-orang Tana Toraja hingga sampai hari ini. Penguburan , baik yang dikuburkan di tebing maupun di Patane’  (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).
                Bisa dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa yang akan berpergian itu dengan pemotongan hewan biasanya berupa kerbau dan babi sebanyak mungkin. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang dikorbankan  dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke Puyo (dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh).

*       Tingkat Upacar Rambu Solo’
Upacara Rambu Solo’  trbagi dalam bebrapa tingkatan yang mengacu pada strategi sosial masyarakat Toraja, yaitu Dipasang Bongi merupakan acara yang pemakaman yang dilaksanakan dalam satu malam; Dipatallung Bongi merupakan acara pemakaman yang dilangsungkan selama  tiga malam dan dilaksanakan di rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan; Dipalimang Bongi merupakan upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan sekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan; Dipapitung Bongi  merupakan upacra pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya dan dilakukan pemotongan hewan.

*       Upacara Tertinggi
Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali denga rentang waktu sekurang –kurangnya  setahun, upacara yang pertama disebut aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma’tunda, Ma’balun (membungkus jenazah), Ma’roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma’parokko Alang (menurunkan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan), dan yang terakhir Ma’palao (yakni mengusung jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir).


Referensi :
Rotua Tresna Nurhayati Manurung: Upacara Kematian Di Tana Toraja : Rambu Solo’ 2009. USU Repository ©2009

Wayang


Petruk Mencari Jati Diri 1

Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.
Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.
Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.
Siang itu Petruk sedang membelah kayu bakar, guna keperluan memasak isterinya. Sudah seminggu lebih pasokan elpiji murah dan minyak tanah tak sampai ke desanya.
Di desa Karang Kedempel jaman kontemporer seperti saat ini apapun bisa saja terjadi. Harga beras yang tiba-tiba melonjak melebihi harga anggur Amerika. Minyak goreng yang mendadak menguap di pasaran. Bahkan beberapa dekade yang lalu, orang-orang yang suka protes pun bisa saja mendadak lenyap tanpa bekas. Dan semua pasti akan ditanggapi oleh penguasa Karang Kedempel dengan mengeluarkan “press release”sebagai sebuah “dinamika pembangunan”
Kelangkaan bahan bakar di pasaran, melonjaknya harga sembako, mahalnya biaya pendidikan. Yang berujung pada melebarnya jurang perbedaan kaya-miskin. Adalah hal yang selalu saja terjadi dari jaman ke jaman. Keadaan masyarakat yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto tur raharjo” hanyalah sebuah utopia. Yang sering dikatakan kyai-kyai di langgar-langgar dan surau negara yang “baldatun thoyyibatun wa robbun gofuur ” hanyalah sekedar lips service semata.
Seperti yang sudah diduga oleh Petruk, Kang Gareng pasti memberikan reaksi dengan caranya sendiri. Hari ini adalah hari ketiga Gareng berorasi di depan Poskamling, sejak pagi hingga matahari hampir tenggelam. Berusaha menarik perhatian semua warga desa.
“Saudara-saudaraku, mengapa semua ini bisa terjadi?” dengan cengkok khas ala Kang Gareng. “Desa kita ini sedang mengalami degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Kebijakan pamong desa kita tidak terarah dan miskin inovasi.”
“Seharusnya kita mulai introspeksi, mengevaluasi situasi dan berani melakukan redifinisi. Sehingga kita bisa meberikan sebuah revitalisasi menuju suatu solusi definitif, guna mendapatkan outcome terbaik dari apa yang kita harapkan”, bagaikan orang kesurupan Gareng berorasi tanpa henti. Tak perduli apakah orang-orang yang berkumpul mengerti apa yang diomongkannya.
Petruk tak habis pikir, dari mana Gareng mendapatkan perbendaharaan kata dan kalimat yang tak ubahnya anggota DPR. Padahal Gareng tidak pernah “makan” bangku sekolahan. Memang orang pintar tidak selalu terkenal dan orang terkenal tidak selalu pintar, tapi Petruk tahu persis bahwa Gareng tidak termasuk diantara keduanya.
Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini.
Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekat tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu.
Seperti yang terjadi pada episode “Petruk Dadi Ratu” contohnya, sebagai Prabu Kanthong Bolong, Petruk dia melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak.
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang membahayakan kekuasaan para dewa.
Maka secara aklamasi disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu alunan irama yang sudah terlanjur dianggap indah.
Hasilnya? Ibarat jauh panggang dari api.
Bukannya Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang penguasa kahyangan lari terbirit-birit.
Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan.
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “
Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“.
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk (yang semua orang tahu, dia sangat jelek). Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir anti klimaks.
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”
Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
Memang tidak mudah jadi seorang Petruk…


Penghubungan Tokoh Petruk terhadap Seorang Jokowi
Tokoh Petruk yang begitu sederhana dan selalu rendah hati seperti yang tersirat pada cerita diatas membuat saya teringat akan seorang Gubernur yang sangat sederhana yaitu Joko Widodo. Walaupun memiliki power yang lebih tetapi kesederhanaan , kerendah hati serta kepedulian pada wong cilik tidaklah diragukan lagi. Seorang yang sangat patut untuk di contohi oleh kebanyak orang di saat kondisi Negara kita sibuk dengan kata korupsi. Muncul sebuah sosok yang begitu sederhana dan jiwa yang begitu kepada rakyat kecil serta tekad membawa perubahan tanpa harus menunggu lama. Namun semuanya itu tidak dipamerkan hanya dibuktikan melalui program yang berjalan tidak hanya janji-janji semata.

Ilmu Budaya Dasar Pada Muatan Lokal




Ilmu Budaya Dasar Pada Muatan Lokal

Pengantar
Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu pendidikan memerlukan penanganan yang sangat serius dari pemerintah. Melalui tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak hal yang saling berkaitan selain komponen-komponen yang memang terdapat dalam sistem pendidikan itu sendiri. Salah satu komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional adalah komponen ilmu budaya dasar. Masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu budaya dasar semestinya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional adalah dengan diberlakukannya ilmu budaya dasar muatan lokal pada jenjang pendidikan dasar. Ilmu budaya dasar muatan lokal ini berkaitan dengan pemenuhan kepentingan nasional dan daerah.
Beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar dalam penerapan muatan lokal pada jenjang pendidikan dasar ini adalah:
·         Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki keunikan tersendiri, dan perlu dilestarikan, serta diperkenalkan kepada peserta didik.
·         Model pengembangan ilmu budaya dasar yang bersifat sentralistik sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
·         Standar yang sama untuk semua sekolah di seluruh wilayah Indonesia tidak dapat digunakan lagi karena hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang sangat ekstrem. Selain itu juga, ilmu budaya dasar yang diberlakukan sama untuk semua siswa pada semua daerah di seluruh Indonesia akan menjauhkan mereka dari lingkungan alam, sosial, budaya, dan pola kehidupan masyarakat sehari-hari dimana mereka dibesarkan.
·         Kenyataan bahwa sekolah-sekolah di daerah belum mempersiapkan siswanya untuk terjun ke kehidupan yang terjadi di sekelilingnya.

Selain meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan dapat mengubah manusia dalam pikiran, perasaan, dan perbuatannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam mengubah masyarakat dan memberi corak baru kepada masyarakat dan kebudayaan.
Dalam hubungannya dengan ilmu budaya dasar muatan lokal yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya, serta kebutuhan daerah, maka peranan pendidikan dalam memperbaiki keadaan masyarakat sangat besar. Oleh sebab itu ilmu budaya dasar muatan lokal ini memerlukan penanganan yang sangat seius dari berbagai pihak terkait.
Muatan lokal dalam ilmu budaya dasar SD (1987) bertujuan untuk: memudahkan siswa dalam menyerap materi pelajaran; memanfaatkan sumber belajar di daerah; mengenalkan siswa terhadap kondisi daerah; meningkatkan pengetahuan siswa mengenai daerahnya; membantu siswa dan orang-tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup; memecahkan masalah yang terjadi di sekeliling siswa; dan mengakrabkan siswa dengan lingkungannya.
Sedangkan Fuad Hasan (1987) menyatakan bahwa selain dimaksudkan untuk mempertahankan pelestarian kebudayaan daerah, muatan lokal juga ditujukan pada usaha pembaharuan atau modernisasi yang berkenaan dengan keterampilan dan kejuruan setempat, disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Dengan menerapkan muatan lokal dalam ilmu budaya dasar SD, diharapkan siswa akan mampu mengembangkan serta melestarikan sumber daya alam, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kebudayaan daerah. Semua hal tersebut diharapkan akan dapat memacu pembangunan daerah sesuai dengan karakteristiknya, dan selanjutnya menunjang kemajuan pembangunan nasional.
Bila melihat tujuan muatan lokal dalam ilmu budaya dasar SD tersebut, sebenarnya konsep muatan lokal ini dipengaruhi oleh beberapa teori pengembangan ilmu budaya dasar, diantaranya adalah konsep ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial yang memandang bahwa pendidikan adalah alat untuk rekonstruksi sosial yang paling efektif; konsep ilmu budaya dasar transformasi yang melihat ilmu budaya dasar sebagai alat transmisi kebudayaan; serta model pengembangan ilmu budaya dasar yang berfokus pengguna.

Ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat dan mengharapkan agar siswa dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dengan pengetahuan dan konsep-konsep yang telah diketahui. Dengan dilandasi pandangan aliran interaksional, ilmu budaya dasar rekonstruksi soaial mengharapkan siswa dapat berinteraksi, bekerjasama dengan guru, siswa lain, maupun sumber-sumber belajar yang tersedia, untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Tujuan awal dari ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial adalah mempertemukan siswa dengan berbagai masalah yang ada di masyarakat. Masalah ini tidak hanya masalah dalam bidang sosial tetapi berkaitan juga dengan masalah dalam bidang ekonomi, kimia, matematika, dan lain-lain.
Tujuan lain dari ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial adalah mengidentifikasi masalah metode, kebutuhan dan tujuan ilmu pengetahuan dan seni, menilai hubungan manusia dan mengenali sikap-sikap dan strategi bagi perubahan yang diinginkan.
Pembelajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya. Pelaksanaan pembelajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan di daerah tersebut. Sekolah dalam hal ini harus berupaya untuk mempelajari potensi-potensi yang ada dalam masyarakat, dan membantu mengembangkan potensi tersebut. Oleh sebab itu isi ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial difokuskan pada penggalian sumber-sumber alam dan non-alam, termasuk budaya serta masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.
Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk membangun masyarakat yang lebih baik, juga pada penekanannya tentang peranan ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
Meskipun demikian, kritik terhadap pandangan ini juga tidak sedikit. Beberapa kritikus menilai bahwa rekonstruksi sosial sukar untuk diterapkan secara langsung dalam ilmu budaya dasar pendidikan. Hal ini disebabkan karena interpretasi para ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial juga berbeda. Begitu juga dengan kemampuan masyarakat untuk turut serta dalam pemecahan masalah.

Mulai tahun 1970-an, kecenderungan arah pengembangan ilmu budaya dasar mulai berubah. Pada waktu ini mulai dirasakan perlunya melibatkan sekolah, masyarakat, orang tua, guru, dan beberapa pihak lain dalam pengembangan ilmu budaya dasar. Salah satu pertanyaan yang muncul dalam periode ini adalah: "Sejauh mana sekolah diberi kebebasan dalam pengembangan ilmu budaya dasar?" Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mulai dari tujuan diberlakukannya ilmu budaya dasar muatan lokal.
Ilmu budaya dasar muatan lokal merupakan bagian dari ilmu budaya dasar nasional. Dimasukkannya muatan lokal dalam ilmu budaya dasar nasional adalah untuk menyelaraskan apa yang diberikan kepada siswa dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di daerahnya; mengoptimalkan potensi dan sumber belajar yang ada di sekitarnya bagi kepentingan siswa; menumbuhkan dan mengembangkan minat, perhatian siswa sesuai dengan kebutuhan yang ada di sekitarnya; memperkenalkan dan menanamkan kehidupan sosial budaya serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pada siswa sedini mungkin (Sudjana:1989).
Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka agar dapat diintegrasikan ke dalam ilmu budaya dasar nasional, muatan lokal harus memenuhi persyaratan berikut (Sudjana, 1989):
1.     kekhasan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya daerahnya;
2.     menunjang kepentingan pembangunan daerahnya dan pembangunan nasional pada umumnya;
3.     sesuai dengan kemampuan, minat, sikap, dan perhatian siswa;
4.     didukung oleh pemerintah daerah setempat dan atau oleh masyarakat, baik dari segi program, dana, sarana, maupun fasilitas;
5.     tersedia tenaga pengelola pelaksanaan serta sumber-sumber lain sehingga dapat dilaksanakan di sekolah;
6.     dapat dilaksanakan, dibina, dikembangkan secara berkelanjutan, baik oleh pengelola tingkat nasional maupun tingkat daerah;
7.     sesuai dan selaras dengan kemajuan dan inovasi pendidikan, kebutuhan masyarakat, minat dan kebutuhan siswa, serta masyarakat pada umumnya.
Hal yang kemudian menjadi permasalahan adalah, apakah bahan pengajaran muatan lokal sudah tercantum dalam GBPP yang (pada kenyataannya) sudah disusun secara nasional?
Agar tujuan diberlakukannya muatan lokal dapat terlaksana, maka sekolah tidak perlu menyusun GBPP baru, tetapi bahan-bahan pengajaran, alat dan sarana instruksional yang sesuai dengan lingkungan budayanya dapat disiapkan sendiri oleh sekolah tersebut. Bahan-bahan tersebut kemudian disampaikan kepada siswa pada saat membahas pokok bahasan bidang studi berdasarkan GBPP yang telah ditentukan.
Bagaimana sekolah dapat mengidentifikasi unsur-unsur muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat? Menurut Freire(1977), langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
1.     Tim pendidik bersama masyarakat menentukan tema umum yang dirasa penting, misalnya budaya daerah, keterbelakangan, atau bahasa daerah.
2.     Berdasarkan tema yang dipilih, sejumlah ahli bidang pendidikan, dibantu oleh wakil dari masyarakat, melalui dialog yang kooperatif, mengembangkan ilmu budaya dasar (muatan lokal), dan menentukan sumber belajar yang akan digunakan.
Mulyani Sumantri (1988) juga menyatakan bahwa dalam pengembangan ilmu budaya dasar, sebaiknya dilibatkan pula beberapa anggota masyarakat tertentu, orang tua, guru, bahkan siswa sendiri. Oleh sebab itu sebenarnya proses mengidentifikasi unsur-unsur muatan lokal memerlukan pemikiran dari berbagai pihak terkait, tenaga, waktu, biaya, serta sarana yang cukup memadai.
Dari segi langkah kerjanya, proses pengidentifikasian program pendidikan ini harus melalui 8 langkah, seperti yang dikemukakan oleh Lehmann (1978) berikut ini:
1.     merumuskan kebutuhan;
2.     merumuskan tujuan;
3.     mengidentifikasi kendala-kendala;
4.     mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah;
5.     melakukan pemilihan cara pemecahan masalah;
6.     implementasi;
7.     evaluasi;
8.     modifikasi.
Dalam buku petunjuk penerapan muatan lokal yang dikeluarkan oleh Depdikbud (1987)
dikemukakan langkah-langkah penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sebagai berikut:
a.     menentukan dan menggunakan fakta-fakta yang ada di daerah berkaitan dengan bahan pengajaran suatu pokok bahasan yang ada dalam GBPP
b.     menentukaan dan menerapkan suatu prinsip atau generalisasi untuk menjelaskan kejadian alamiah atau kejadian tiruan, memecahkan masalah dalam hidup sehari-hari, atau meningkatkan budaya masyarakat setempat
c.     mengidentifikasi kondisi alam, kondisi sosial dan budaya yang khas daerah setempat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan, serta dimasukkan sebagai program sekolah.


Ilmu Sosial Dasar pada MUatan Nasional


Ilmu Sosial Dasar dalam Muatan Nasional

Pengertian ISD
ISD adalah pengetahuan yg menelaah masalah2 sosial, khususnya masalah2 yg diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori2 (fakta, konsep, teori) yg berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu2 sosial (seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah) MK.
ISD merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep2 yg dikembangkan untuk melengkapi gejala2 sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan , sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar.
Ruang Lingkup Studi ISD
ISD meliputi dua kelompok utama; studi manusia dan masyarakat dan studi lembaga2 sosial. Yg terutama terdiri atas psikologi, sosiologi, dan antropologi, sedang yg kemudian terdiri atas ekonomi dan politik.
Sasaran STUDI ISD adalah aspek2 yg paling dasar yg ada dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan masalah2 yg terwujud dari padanya.
Tujuan ISD
ISD membantu perkembangan wawasan penalaran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan yg lebih luas dan ciri2 kepribadian yg diharapkan dari sikap mahasiswa, khususnya berkenaan dgn sikap dan tingkah laku manusia dlm menghadapi manusia2 lain, serta sikap dan tingkah laku manusia2 lain terhadap manusia yg bersangkutan secara timbal balik.
Masalah Sosial Indonesia
Sebagai negara berkembang yang memiliki tingkat populasi yang sangat tinggi, Indonesia memiliki segudang masalah sosial yang sangat kompleks. Harus diakui bahwa tidak mudah untuk menyelesaikan masalah sosial Indoensia karena dibutuhkan konsep serta pelaksanaan yang sangat matang. Masalah sosial Indoensia berakar dari hal - hal yang sangat krusial, seperti kemiskinan, kesehatan, dll. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa dengan cermat menyelesaikan masalah sosial Indonesia dengan cara membereskan akar dari permasalahan - permasalahan sosial tersebut.

Berikut ini adalah beberapa masalah sosial Indonesia:

1. KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan sebuah masalah krusial yang mengakibatkan munculnya masalah - masalah sosial yang lain. Kesenjangan sosial di Indonesia semakin parah. Yang kaya terlihat menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin kesulitan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok mereka. Masalah sosial ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Namun, secara mayoritas, negara - negara di wilayah Asia mengalami permasalahan yang sama tentang kemiskinan ini

2. KEJAHATAN
Tingginya angka kejahatan di suatu wilayah dipicu oleh tingginya tingkat kemiskinan di wilayah tersebut pula. Terlebih disaat menjelang Ramadhan dan lebaran, tingkat kejahatan meningkat dengan drastis karena para penjahat menjadi lebih nekat untuk melakukan aksi kejahatan.

3. TENAGA KERJA
Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang tinggi membuat Indonesia harus menghadapi permasalahan tenaga kerja berupa tingginya tingkat pengangguran. Jumlah tenaga kerja usia produktif yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan.