Ilmu
Budaya Dasar Pada Muatan Lokal
Pengantar
Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Oleh sebab itu pendidikan memerlukan penanganan yang sangat serius
dari pemerintah. Melalui tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah berupaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab
kemasyarakat dan kebangsaan.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, banyak hal yang saling berkaitan selain
komponen-komponen yang memang terdapat dalam sistem pendidikan itu sendiri.
Salah satu komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional adalah
komponen ilmu budaya dasar.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu budaya dasar semestinya mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah.
Salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional adalah dengan
diberlakukannya ilmu budaya
dasar muatan lokal pada
jenjang pendidikan dasar. Ilmu budaya dasar muatan lokal ini berkaitan dengan
pemenuhan kepentingan nasional dan daerah.
Beberapa
alasan yang dapat dijadikan dasar dalam penerapan muatan lokal pada jenjang
pendidikan dasar ini adalah:
·
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki
keunikan tersendiri, dan perlu dilestarikan, serta diperkenalkan kepada peserta
didik.
·
Model pengembangan ilmu budaya dasar yang bersifat sentralistik
sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
·
Standar yang sama untuk semua sekolah di seluruh wilayah Indonesia
tidak dapat digunakan lagi karena hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang
sangat ekstrem. Selain itu juga, ilmu budaya dasar yang diberlakukan sama untuk
semua siswa pada semua daerah di seluruh Indonesia akan menjauhkan mereka dari
lingkungan alam, sosial, budaya, dan pola kehidupan masyarakat sehari-hari
dimana mereka dibesarkan.
·
Kenyataan bahwa sekolah-sekolah di daerah belum mempersiapkan
siswanya untuk terjun ke kehidupan yang terjadi di sekelilingnya.
Selain
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan dapat mengubah manusia
dalam pikiran, perasaan, dan perbuatannya. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam mengubah masyarakat dan memberi corak
baru kepada masyarakat dan kebudayaan.
Dalam
hubungannya dengan ilmu budaya dasar muatan lokal yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya,
serta kebutuhan daerah, maka peranan pendidikan dalam memperbaiki keadaan
masyarakat sangat besar. Oleh sebab itu ilmu budaya dasar muatan lokal ini
memerlukan penanganan yang sangat seius dari berbagai pihak terkait.
Muatan
lokal dalam ilmu budaya dasar SD (1987) bertujuan untuk: memudahkan siswa dalam
menyerap materi pelajaran; memanfaatkan sumber belajar di daerah; mengenalkan
siswa terhadap kondisi daerah; meningkatkan pengetahuan siswa mengenai
daerahnya; membantu siswa dan orang-tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup;
memecahkan masalah yang terjadi di sekeliling siswa; dan mengakrabkan siswa
dengan lingkungannya.
Sedangkan
Fuad Hasan (1987) menyatakan bahwa selain dimaksudkan untuk mempertahankan
pelestarian kebudayaan daerah, muatan lokal juga ditujukan pada usaha
pembaharuan atau modernisasi yang berkenaan dengan keterampilan dan kejuruan
setempat, disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Dengan
menerapkan muatan lokal dalam ilmu budaya dasar SD, diharapkan siswa akan mampu
mengembangkan serta melestarikan sumber daya alam, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan kebudayaan daerah. Semua hal tersebut diharapkan akan dapat
memacu pembangunan daerah sesuai dengan karakteristiknya, dan selanjutnya
menunjang kemajuan pembangunan nasional.
Bila
melihat tujuan muatan lokal dalam ilmu budaya dasar SD tersebut, sebenarnya
konsep muatan lokal ini dipengaruhi oleh beberapa teori pengembangan ilmu
budaya dasar, diantaranya adalah konsep
ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial yang
memandang bahwa pendidikan adalah alat untuk rekonstruksi sosial yang paling
efektif; konsep ilmu budaya
dasar transformasi yang
melihat ilmu budaya dasar sebagai alat transmisi kebudayaan; serta model pengembangan ilmu budaya
dasar yang berfokus pengguna.
Ilmu
budaya dasar rekonstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah
sosial yang dihadapi masyarakat dan mengharapkan agar siswa dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dengan pengetahuan dan konsep-konsep
yang telah diketahui. Dengan dilandasi pandangan aliran interaksional, ilmu
budaya dasar rekonstruksi soaial mengharapkan siswa dapat berinteraksi,
bekerjasama dengan guru, siswa lain, maupun sumber-sumber belajar yang
tersedia, untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam masyarakat menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Tujuan
awal dari ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial adalah mempertemukan siswa
dengan berbagai masalah yang ada di masyarakat. Masalah ini tidak hanya masalah
dalam bidang sosial tetapi berkaitan juga dengan masalah dalam bidang ekonomi,
kimia, matematika, dan lain-lain.
Tujuan
lain dari ilmu budaya dasar rekonstruksi sosial adalah mengidentifikasi masalah
metode, kebutuhan dan tujuan ilmu pengetahuan dan seni, menilai hubungan
manusia dan mengenali sikap-sikap dan strategi bagi perubahan yang diinginkan.
Pembelajaran
rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum
maju dan tingkat ekonominya. Pelaksanaan pembelajaran ini diarahkan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan di daerah tersebut. Sekolah dalam hal ini harus
berupaya untuk mempelajari potensi-potensi yang ada dalam masyarakat, dan
membantu mengembangkan potensi tersebut. Oleh sebab itu isi ilmu budaya dasar
rekonstruksi sosial difokuskan pada penggalian sumber-sumber alam dan non-alam,
termasuk budaya serta masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.
Pandangan
rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk
membangun masyarakat yang lebih baik, juga pada penekanannya tentang peranan
ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
Meskipun
demikian, kritik terhadap pandangan ini juga tidak sedikit. Beberapa kritikus
menilai bahwa rekonstruksi sosial sukar untuk diterapkan secara langsung dalam
ilmu budaya dasar pendidikan. Hal ini disebabkan karena interpretasi para ahli
tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial juga berbeda. Begitu juga dengan
kemampuan masyarakat untuk turut serta dalam pemecahan masalah.
Mulai
tahun 1970-an, kecenderungan arah pengembangan ilmu budaya dasar mulai berubah.
Pada waktu ini mulai dirasakan perlunya melibatkan sekolah, masyarakat, orang
tua, guru, dan beberapa pihak lain dalam pengembangan ilmu budaya dasar. Salah
satu pertanyaan yang muncul dalam periode ini adalah: "Sejauh mana sekolah
diberi kebebasan dalam pengembangan ilmu budaya dasar?" Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, kita harus mulai dari tujuan diberlakukannya ilmu budaya
dasar muatan lokal.
Ilmu
budaya dasar muatan lokal merupakan bagian dari ilmu budaya dasar nasional.
Dimasukkannya muatan lokal dalam ilmu budaya dasar nasional adalah untuk
menyelaraskan apa yang diberikan kepada siswa dengan kebutuhan dan kondisi yang
ada di daerahnya; mengoptimalkan potensi dan sumber belajar yang ada di
sekitarnya bagi kepentingan siswa; menumbuhkan dan mengembangkan minat,
perhatian siswa sesuai dengan kebutuhan yang ada di sekitarnya; memperkenalkan
dan menanamkan kehidupan sosial budaya serta nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat pada siswa sedini mungkin (Sudjana:1989).
Sejalan
dengan pernyataan tersebut, maka agar dapat diintegrasikan ke dalam ilmu budaya
dasar nasional, muatan lokal harus memenuhi persyaratan berikut (Sudjana,
1989):
1. kekhasan
lingkungan alam, lingkungan sosial budaya daerahnya;
2. menunjang
kepentingan pembangunan daerahnya dan pembangunan nasional pada umumnya;
3. sesuai dengan
kemampuan, minat, sikap, dan perhatian siswa;
4. didukung oleh
pemerintah daerah setempat dan atau oleh masyarakat, baik dari segi program,
dana, sarana, maupun fasilitas;
5. tersedia
tenaga pengelola pelaksanaan serta sumber-sumber lain sehingga dapat
dilaksanakan di sekolah;
6. dapat
dilaksanakan, dibina, dikembangkan secara berkelanjutan, baik oleh pengelola
tingkat nasional maupun tingkat daerah;
7. sesuai dan
selaras dengan kemajuan dan inovasi pendidikan, kebutuhan masyarakat, minat dan
kebutuhan siswa, serta masyarakat pada umumnya.
Hal
yang kemudian menjadi permasalahan adalah, apakah bahan pengajaran muatan lokal
sudah tercantum dalam GBPP yang (pada kenyataannya) sudah disusun secara
nasional?
Agar
tujuan diberlakukannya muatan lokal dapat terlaksana, maka sekolah tidak perlu
menyusun GBPP baru, tetapi bahan-bahan pengajaran, alat dan sarana
instruksional yang sesuai dengan lingkungan budayanya dapat disiapkan sendiri
oleh sekolah tersebut. Bahan-bahan tersebut kemudian disampaikan kepada siswa
pada saat membahas pokok bahasan bidang studi berdasarkan GBPP yang telah
ditentukan.
Bagaimana
sekolah dapat mengidentifikasi unsur-unsur muatan lokal yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat? Menurut Freire(1977), langkah-langkah yang harus ditempuh
adalah sebagai berikut:
1. Tim pendidik
bersama masyarakat menentukan tema umum yang dirasa penting, misalnya budaya
daerah, keterbelakangan, atau bahasa daerah.
2. Berdasarkan
tema yang dipilih, sejumlah ahli bidang pendidikan, dibantu oleh wakil dari
masyarakat, melalui dialog yang kooperatif, mengembangkan ilmu budaya dasar
(muatan lokal), dan menentukan sumber belajar yang akan digunakan.
Mulyani
Sumantri (1988) juga menyatakan bahwa dalam pengembangan ilmu budaya dasar,
sebaiknya dilibatkan pula beberapa anggota masyarakat tertentu, orang tua,
guru, bahkan siswa sendiri. Oleh sebab itu sebenarnya proses mengidentifikasi
unsur-unsur muatan lokal memerlukan pemikiran dari berbagai pihak terkait,
tenaga, waktu, biaya, serta sarana yang cukup memadai.
Dari
segi langkah kerjanya, proses pengidentifikasian program pendidikan ini harus
melalui 8 langkah, seperti yang dikemukakan oleh Lehmann (1978) berikut ini:
1. merumuskan
kebutuhan;
2. merumuskan
tujuan;
3. mengidentifikasi
kendala-kendala;
4. mengidentifikasi
alternatif pemecahan masalah;
5. melakukan pemilihan
cara pemecahan masalah;
6. implementasi;
7. evaluasi;
8. modifikasi.
Dalam
buku petunjuk penerapan muatan lokal yang dikeluarkan oleh Depdikbud (1987)
dikemukakan
langkah-langkah penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sebagai berikut:
a. menentukan dan
menggunakan fakta-fakta yang ada di daerah berkaitan dengan bahan pengajaran
suatu pokok bahasan yang ada dalam GBPP
b. menentukaan
dan menerapkan suatu prinsip atau generalisasi untuk menjelaskan kejadian
alamiah atau kejadian tiruan, memecahkan masalah dalam hidup sehari-hari, atau
meningkatkan budaya masyarakat setempat
c. mengidentifikasi
kondisi alam, kondisi sosial dan budaya yang khas daerah setempat yang perlu
dilestarikan dan dikembangkan, serta dimasukkan sebagai program sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar