Selasa, 20 Januari 2015

Pengalaman Sebagai Anak Toraja

Kami sekeluarga berasal dari Tana Toraja, namun kami tinggal di Sorong, Papua Barat. Banyak pengalaman dan pelajaran yang kami alami selama tinggal di Sorong.
Baik hal-hal yang buruk maupun baik, seperti minuman keras yang mewabah dikalangan laki-laki, perkelahian yang menjadi hal yang biasa. Selain itu juga kami merasakan ada kekeluargaan antar sesama, saling menghargai, alam yang indah dan sebagainya. Jujur saja kalo disuruh memilih tempat yang ingin saya pilih untuk tetap tinggal, saya tetap memilih Papua.
Tetapi bukan berarti kami melupakan asal kami, buktinya dalam tulisan saya kali ini saya menceritakan tentang pengalaman saya sebagai anak Toraja.

Salah satu pengalaman yang akan saya ceritakan yaitu pengalaman saya rasakan ketika kakek saya meninggal dan kami melaksanakan upacara pemakanan menurut adat – istiadat Tana Toraja.
Gambar 1 Patung Alm. Nene Somba
(Sumber: Dokumnetasi Pribadi Reny)
Tahun kemarin 2014 kakek yang kami panggil nene Somba meninggal dunia.
Sebagai keturunan toraja, kami keluarga besar mendapat tuntutan untuk melakukan upacara pemakaman untuk almarhum berdasarkan adat-istiadat Tana Toraja.
Banyak hal perlu kami persiapkan sehingga rentang waktu yang diperlukan yaitu 9 bulanan untuk dapat memakamkan kakek saya sesuai acara adat pemakanan.
Persiapan yang perlu dilakukannya yaitu seperti pembuatan lantang. Lantang yaitu rumah sementara yang terbuat dari bambu. Selain itu juga kami perlu mempersiapkan patung almarhum, peti, rumah untuk tempat terakhir dan konsumsi yang akan diberikan kepada tamu-tamu yang datang melayat.Selain itu juga masih banyak lagi persiapan yang perlu kami lakukan.
Gambar 2 Persiapan
(Sumber: Dokumnetasi Pribadi Reny)
Prosesi yang sempat ikuti adalah ketika para pelayat datang disambut oleh beberapa pagar ayu dan di arahkan ke sebuah lantang khusus penerima tamu. Para pelayat ini pun tidak datang dengan tangan kosong, mereka biasanya datang dengan membawa buah tangan seperti babi, kerbau, rokok, permen, bir bahkan kerbau.
Kemudian keluarga almarhum akan datang untuk penjamu para pelayat sebelum mereka bertandang ke lantang anggota keluarga yang mereka kenal.
Biasanya prosesi penerimaan tamu ini dilakukan selama 2 -3 hari.
Gambar 3 Prosesi Penerimaan Pribadi
(Sumber: Dokumnetasi Pribadi Reny)
Prosesi berikutnya yang saya ikuti yaitu pemotongan kerbau yang telah dipersiapkan oleh anggota keluarga almarhum. Kerbau yang terkumpul waktu itu sekitar 20 an. Tidak semua kerbau tersebut di potong melainkan ada yang di lelang dan diberikan kepada pihak gereja setempat. Kerbau-kerbau yang telah dipotong akan diberikan kepada petinggi dan masyarakat setempat. 
Gambar 4 Prosesi Pemotongan Kerbau
(Sumber: Dokumnetasi Pribadi Reny)
Prosesi Terakhir yaitu memakamkan almarhum. Tempat pemakaman nene saya ini akan sama sseperti nene-nene saya sebelumnya yaitu bukan di kuburkan di tanah tetapi sebelumnya keluarga telah membuat suatu bangunan yang meyerupai rumah tetapi hanya ada satu ruang yang akan dijadikan sebagai kuburan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar